

Blog ini memberikan informasi mengenai persiapan nikah Iwan&Ratna Phone : 085728327455
Kekuatan Cinta
Andai di dunia ini tidak ada cinta, maka hidup akan serasa gersang, hampa dan tidak ada dinamika. Cinta bisa membuat sesuatu yang berat menjadi ringan, yang sulit menjadi sederhana, permusuhan menjadi perdamaian dan yang jauh menjadi dekat. Itulah gambaran kekuatan cinta.
Cinta, ditilik dari sudut manapun selalu menarik untuk dibahas. Sejarah mencatat, sejumlah seniman, teolog sampai filosop membicarakan cinta dari berbagai perspektifnya baik dalam bentuk roman, puisi, syair bahkan sampai dalam bentuk tulisan ilmiah yang bernuansa teologis, fenomenologis, psikologis ataupun sosiologis.
Filosop sekaliber Plato bahkan pernah mengatakan �Siapa yang tidak terharu oleh cinta, berarti berjalan dalam gelap gulita�. Pernyataan ini menggambarkan betapa besar perhatian Plato pada masalah cinta, sampai-sampai dia menyebut orang yang tidak tertarik untuk membicarakannya sebagai orang yang berjalan dalam kegelapan.
Peranan cinta dalam kehidupan tidak diragukan lagi pentingnya. Cinta diyakini sebagai dasar dari perdamaian, keharmonisan, ketentraman, kebahagiaan bahkan kebangkitan peradaban. Namun apa sesungguhnya cinta itu ?
Diakui, problem yang dihadapi saat membicarakan cinta biasanya adalah persoalan definisi. Belum pernah ditemui suatu rumusan tentang cinta yang singkat, padat dan mewakili pemahaman akan hakikat cinta secara tepat.
Jalauddin Rumi pernah mengatakan bahwa cinta itu misteri, tidak ada kata-kata yang bisa mewakili kedalamannya.
Cinta tak dapat termuat dalam pembicaraan atau pendengaran kita,
Cinta adalah sebuah samudera yang kedalamannya tak terukur �
Cinta tak dapat ditemukan dalam belajar dan ilmu pengetahuan,
buku-buku dan lembaran-lembaran halaman.
Apapun yang orang bicarakan itu, bukanlah jalan para pecinta.
Apapun yang engkau katakan atau dengar adalah kulitnya;
Intisari cinta adalah misteri yang tak dapat kau buka !
Cukuplah ! Berapa banyak lagi kau akan lengketkan kata-kata di lidahmu ?
Cinta memiliki banyak penyataan melampaui pembicaraan. . .
Oleh sebab itu, disini kita tidak akan mendefinisikan cinta karena khawatir mereduksi kedalamannya. Biarlah cinta berbicara dalam perbuatan kita. Disini, kita akan mencoba mencermati unsur-unsur yang selalu ada dalam cinta.
Erich fromm, murid kesayangannya Sigmund Freud menyebutkan empat unsur yang harus ada dalam cinta, yaitu :
Kalau empat unsur ini ada dalam kehidupan kita, Insya Allah hidup ini akan bermakna. Apapun yang kita lakukan, kalau berbasiskan cinta pasti akan terasa ringan. Karena itu nabi Saw pernah bersabda: �Tidak sempurna iman seseorang kalau dia belum mencintai orang lain sebagaimana dia mencintai dirinya sensiri�. � Cintai oleh mu mahluk yang ada di muka bumi, pasti Allah akan mencintaimu�. (HR. Muslim)
Supremasi kebahagiaan tertinggi, kalau kita mampu mencintai orang lain dengan tulus tanpa pamrih, mencintai diri sendiri secara proporsional, mencintai Allah Swt dengan penuh loyalitas dan selalu merasa dincintai-Nya. Inginkah hidup kita bermakna ? Let Love be Your Energy ! Selamat bercinta !Bang Uki telah lebih dari 20 tahun berdagang nasi uduk di pinggir Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Uduk yang sungguh enak. Tiap pagi puluhan orang antre untuk makan di tempat atau dibawa pulang. Paling lama dua jam saja seluruh dagangan Bang Uki-ada empal, telur, semur daging, tempe goreng-ludes habis. Begitu setiap hari, 20 tahun lebih.
Pertengahan 1980-an, ekonomi Orde Baru tengah menanjak ke puncak ketinggiannya. Bang Uki, dengan ritme stabil batang pohon cabai yang terus berproduksi, belanja pukul satu dini hari, masak mulai pukul dua, berangkat pukul empat, dan seusai subuh telah menggelar barang dagangnya. Tepat jam tujuh pagi, semua tuntas. Pukul sepuluh, ia sudah nongkrong di teras rumah, lengkap dengan kretek, gelas kopi, dan perkutut. "Tinggal nunggu lohor," tukasnya pendek.
Berulang kali pertanyaan bahkan desakan untuk membuka kios terbukanya hingga lebih siang sedikit ditolak Bang Uki. "Buat apa?" tukasnya. "Gua udah cukup. Anak udah lulus es te em. Berdua bini gua udah naik haji. Apalagi?" Pernah sekali penulis jumpai ia sedang memasak di rumahnya. Langit di luar masih gelap. Kedua mata Bang Uki terpejam. Tangan- nya lincah mengiris bawang merah. Saya menegur. Tak ada reaksi. "Abah masih tidur," istrinya balas menegur.
Kini, 15 tahun kemudian, Bang Uki sudah pensiun. Wajahnya penuh senyum. Hidupnya penuh, tak ada kehilangan. Kami yang kehilangan, masakan sedap khas Betawi. Kami sedikit tak rela. Bang Uki terlihat begitu ikhlasnya. Wajahnya terang saat ia dimandikan untuk kali terakhirnya. Dua jam berdagang, enam jam bekerja, telah mencukupkan hidupnya.
Dan Bang Uki tidak sendiri. Nyi Omah juga tukang uduk di Pasar Jumat, Pak Haji Edeng tukang soto Pondok Pinang, pun begitu. Tukang pecel di Solo, gudeg di Yogya, nasi jamblang di Cirebon, atau bubur kacang hijau di Bandung, juga demikian. Mereka yang bekerja dan berdagang untuk mencukupi kebutuhan hidup. Jika telah cukup, untuk apa bekerja lebih. Untuk apa hasil, harta atau uang berlebih? "Banyak mudaratnya," kilah Pak Haji Edeng.
Mungkin. Apa yang kini jelas adalah perilaku bisnis dan ekonomi tradisional negeri ini ternyata mengajarkan satu moralitas: hidup wajib dicukupi, tetapi haram dilebih-lebihkan. Berkah Tuhan dan kekayaan alam bukan untuk kita keruk seorang. Manusia adalah makhluk sosial. Siapa pun mesti menenggang siapa pun.
Alternatif kapitalisme
Moralitas berdagang "Bang Uki" tentu bertentangan dengan apa yang kini menjadi moral dasar perekonomian material- kapitalistik. Di mana prinsip laissez faire atau free will dan free market digunakan tak hanya untuk memberi izin bahkan mendesak setiap orang untuk "mendapatkan sebanyak-banyaknya dengan ongkos sesedikit mungkin". Satu spirit yang nyaris jadi kebenaran universal dan hampir tak ada daya tolak atau daya koreksinya.
Dan siapa pun mafhum dengan segera, prinsip dan moralitas ekonomi modern itu bukan hanya melahirkan orang-orang yang sangat kaya, bahkan keterlaluan kayanya (semacam pembeli Ferrari seharga Rp 5 miliar yang mubazir di Jakarta yang macet), tetapi juga sejumlah besar orang yang hingga kini tak bisa menjamin apakah ia dapat makan atau tidak hari ini.
Moralitas kapitalistik hanya menyediakan satu jalur sosial berupa filantrofisme, yang umumnya hanya berupa "pengorbanan" material yang hampir tiada artinya dibanding kekayaan bersih yang dimilikinya. George Soros, misalnya, dengan kekayaan 11 miliar dollar AS (hampir sepertiga APBN Indonesia), mengeluarkan 400 juta dollar (hanya sekitar 4 persen atau setara dengan bunga deposito) untuk berderma dan menerima simpati global di sekian puluh negara.
Dan siapa peduli, bagaimana seorang Bill Gates, Rupert Murdoch, Liem Sioe Liong atau Probosutedjo menjadi begitu kayanya. Moralitas dasar kapitalisme di atas adalah dasar "legal" untuk meng- amini kekayaan itu. Betapapun, boleh jadi, harta yang amat berlebih itu diperoleh dari cara-cara kasar, telengas, ilegal bahkan atau-langsung dan tak langsung-dari merebut jatah rezeki orang lain.
Dan siapa mampu mencegah atau menghentikannya? Pertanyaan lebih praktisnya adalah: Siapa berani? Tak seorang pun. Hingga sensus mutakhir menyatakan adanya peningkatan jumlah harta orang- orang kaya dunia sebanding dengan peningkatan jumlah orang yang papa. Belahan kekayaan ini sudah seperti palung gempa yang begitu dalamnya.
Lalu di mana Bang Uki? Ia tak ada di belahan mana pun yang tersedia. Ia ada dan memiliki dunianya sendiri. Yang mungkin aneh, alienatif, marginal, tersingkir, luput, apa pun. Namun sesungguhnya, ia adalah sebuah alternatif. Bukan musuh, lawan, atau pendamping kapitalisme. Ia adalah sebuah tawaran yang membuka kemungkinan di tengah kejumudan (tepatnya ketidakadilan) tata ekonomi dunia saat ini.
Ekonomi cukup
Prinsip "hidup yang cukup" Bang Uki adalah landasan bagi sebuah "ekonomi cukup", di mana manusia tidak lagi mengeksploitasi diri (nafsu)-nya sendiri, juga lingkungan hidup sekitarnya. Ia mengeksplorasi potensi terbaiknya untuk memenuhi keperluan manusia, sebatas Tuhan-yang mereka percaya-menganjurkan atau membatasinya.
Bagaimana "cukup" itu didefinisi atau dibatasi, tak ada-bahkan tak perlu-ukuran dan standar. Seorang pengusaha dan profesional dapat mengukurnya sendiri dengan jujur: batas "cukup" bagi dirinya. Jika bagi dia dengan keluarga beranak dua, pembantu dua, tukang kebun, satpam atau lainnya, merasa cukup dengan sebuah rumah indah, dua kendaraan kelas menengah, mengapa ia harus meraih lebih? Mengapa ia harus melipatgandakannya?
Apalagi jika usaha tersebut harus melanggar prinsip hidup, nilai agama, tradisi dan hal-hal lain yang semula ia junjung tinggi? Andaikan, sesungguhnya ia mampu menghasilkan puluhan miliar tabungan, sekian rumah mewah peristirahatan bahkan jet pribadi, dapat dipastikan hal itu hanya akan menjadi beban. Bukan melulu saat ia berupaya meraih, tetapi juga saat mempertahankannya.
Bila pengusaha tersebut berhasil men- "cukup"-kan dirinya, secara langsung ia telah mengikhlaskan kekayaan lebih yang tidak diperolehnya (walau ia mampu) untuk menjadi rezeki orang lain. Ini sudah sebuah tindak sosial. Dan tindak tersebut akan bernilai lebih jika "kemampuan lebihnya" itu ia daya gunakan untuk membantu usaha atau sukses orang lain. Sambil menularkan prinsip "ekonomi cukup", ia akan merasakan "sukses" atau kemenangan hidup yang bernuansa lain jika ia berhasil membantu sukses lain orang dan tak memungut serupiah pun uang jasa.
Maka, secara langsung satu proses pemerataan demi kesejahteraan bersama pun telah berlangsung. Palung atau sen- jang kekayaan pun menipis. Kesempatan meraih hidup yang baik dapat dirasakan semua pihak. Pemerintah dapat bekerja lebih efektif tanpa gangguan-gangguan luar biasa dari konflik-konflik yang muncul akibat ketidakadilan ekonomi.
Dan seorang pejabat, hingga presiden sekalipun, dapat pula mendefinisikan "cukup" baginya: jika seluruh kebutuhan hidupku, hingga biaya listrik, gaji pembantu hingga pesiar telah ditanggung negara, buat apalagi gaji besar kuminta? Moralitas seperti ini adalah sebuah revolusi. Dan revolusi membutuhkan keberanian, kekuatan hati serta perjuangan tak henti.
Maka, "cukuplah cukup". Kita sederhanakan sebagai prinsip hidup/ekonomi yang "sederhana". Kian sederhana, maka kian cukup kian sejahteralah kita. Ukurannya? Yang paling sederhana, usul saya: semakin tinggi senjang jumlah konsumsi dibanding jumlah produksi kita sehari-hari, makin sederhana, makin cukup dan sejahteralah kita.
Jika Anda mampu membeli Ferrari, mengapa tak mengonsumsi Mercedes seri E saja, atau Camry lebih baik, atau Kijang pun juga bisa. Dan dana lebih, bisa Anda gunakan untuk tindak-tindak sosial, untuk membuat harta Anda bersih, aman, dan hidup pun nyaman penuh senyuman.
Latar Belakang
Ibunda dan Ayahanda yang sangat saya hormati, saya cintai dan sayangi, semoga Allah selalu memberkahi langkah-langkah kita dan tidak putus-putus memberikan nikmatNya kepada kita. Amin
Ibunda dan Ayahanda yang sangat saya hormati..sebagai hamba Allah, saya telah diberi berbagai nikmat. Maha Benar Allah yang telah berfirman : "Kami akan perlihatkan tanda-tanda kebesaran kami di ufuk-ufuk dan dalam diri mereka, sehingga mereka dapat mengetahui dengan jelas bahwa Allah itu benar dan Maha Melihat segala sesuatu".
Nikmat tersebut diantaranya ialah fitrah kebutuhan biologis, saling membutuhkan terhadap lawan jenis.. yaitu: Menikah ! Fitrah pemberian Allah yang telah lekat pada kehidupan manusia, dan jika manusia melanggar fitrah pemberian Allah, hanyalah kehancuran yang didapatkannya..Na'udzubillah ! Dan Allah telah berfirman : "Janganlah kalian mendekati zina, karena zina adalah perbuatan yang buruk lagi kotor" (Qs. Al Israa' : 32).
Ibunda dan Ayahanda tercinta..melihat pergaulan anak muda dewasa itu sungguh amat memprihatinkan, mereka seolah tanpa sadar melakukan perbuatan-perbuatan maksiat kepada Allah. Seolah-olah, dikepala mereka yang ada hanya pikiran-pikiran yang mengarah kepada kebahagiaan semu dan sesaat. Belum lagi kalau ditanyakan kepada mereka tentang menikah. "Saya nggak sempat mikirin kawin, sibuk kerja, lagipula saya masih ngumpulin barang dulu," ataupun Kerja belum mapan , belum cukup siap untuk berumah tangga��, begitu kata mereka, padahal kurang apa sih mereka. Mudah-mudahan saya bisa bertahan dan bersabar agar tak berbuat maksiat. Wallahu a'lam.
Ibunda dan Ayahanda tersayang..bercerita tentang pergaulan anak muda yang cenderung bebas pada umumnya, rasanya tidak cukup tinta ini untuk saya torehkan. Setiap saya menulis peristiwa anak muda di� majalah Islam, pada saat yang sama terjadi pula peristiwa baru yang menuntut perhatian kita..Astaghfirullah.. Ibunda dan Ayahanda..inilah antara lain yang melatar belakangi saya ingin menyegerakan menikah.
Dasar Pemikiran
Dari Al Qur��an dan Al Hadits :
Tujuan Pernikahan
Kesiapan Pribadi
Akibat Menunda atau Mempersulit Pernikahan
Namun, umumnya yang terjadi di masyarakat di seputar pernikahan adalah sebagai berikut ini :
Memperbaiki Niat :
Innamal a'malu binniyat....... Niat adalah kebangkitan jiwa dan kecenderungan pada apa-apa yang muncul padanya berupa tujuan yang dituntut yang penting baginya, baik secara segera maupun ditangguhkan.
Niat Ketika Memilih Pendamping
Rasulullah bersabda "Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan lelaki meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak akan pernah pernikahan itu dibarakahi-Nya, Siapa yang menikahi seorang wanita karena kedudukannya, Allah akan menambahkan kehinaan kepadanya, Siapa yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan, Siapa yang menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah akan menambahkan kerendahan padanya, Namun siapa yang menikah hanya karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin mempererat kasih sayang, Allah senantiasa memberi barakah dan menambah kebarakahan itu padanya."(HR. Thabrani).
"Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu membuatmu hina. Jangan kamu menikahi wanita karena harta / tahtanya mungkin saja harta / tahtanya membuatmu melampaui batas. Akan tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang shaleh, meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama". (HR. Ibnu Majah).
Nabi SAW. bersabda : Janganlah kalian menikahi kerabat dekat, sebab (akibatnya) dapat melahirkan anak yang lemah (baik akal dan fisiknya) (Al Hadits).
Dari Jabir r.a., Sesungguhnya Nabi SAW. telah bersabda, ��Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukan, hartanya, dan kecantikannya ; maka pilihlah yang beragama." (HR. Muslim dan Tirmidzi). Niat dalam Proses Pernikahan
Masalah niat tak berhenti sampai memilih pendamping. Niat masih terus menyertai berbagai urusan yang berkenaan dengan terjadinya pernikahan. Mulai dari memberi mahar, menebar undangan walimah, menyelenggarakan walimah. Walimah lebih dari dua hari lebih dekat pada mudharat, sedang walimah hari ketiga termasuk riya'. "Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan."(Qs. An Nisaa (4) : 4).
Rasulullah SAW bersabda : "Wanita yang paling agung barakahnya, adalah yang paling ringan maharnya" (HR. Ahmad, Al Hakim, Al Baihaqi dengan sanad yang shahih). Dari Aisyah, bahwasanya Rasulullah SAW. telah bersabda, "Sesungguhnya berkah nikah yang besar ialah yang sederhana belanjanya (maharnya)" (HR. Ahmad). Nabi SAW pernah berjanji : "Jangan mempermahal nilai mahar. Sesungguhnya kalau lelaki itu mulia di dunia dan takwa di sisi Allah, maka Rasulullah sendiri yang akan menjadi wali pernikahannya." (HR. Ashhabus Sunan). Dari Anas, dia berkata : " Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan mahar berupa keIslamannya" (Ditakhrij dari An Nasa'i)..Subhanallah..
Proses pernikahan mempengaruhi niat. Proses pernikahan yang sederhana dan mudah insya Allah akan mendekatkan kepada bersihnya niat, memudahkan proses pernikahan bisa menjernihkan niat. Sedangkan mempersulit proses pernikahan akan mengkotori niat. "Adakanlah perayaan sekalipun hanya memotong seekor kambing." (HR. Bukhari dan Muslim)
Pernikahan haruslah memenuhi kriteria Lillah, Billah, dan Ilallah. Yang dimaksud Lillah, ialah niat nikah itu harus karena Allah. Proses dan caranya harus Billah, sesuai dengan ketentuan dari Allah.. Termasuk didalamnya dalam pemilihan calon, dan proses menuju jenjang pernikahan (bersih dari pacaran / nafsu atau tidak). Terakhir Ilallah, tujuannya dalam rangka menggapai keridhoan Allah.
Sehingga dalam penyelenggaraan nikah tidak bermaksiat pada Allah ; misalnya : adanya pemisahan antara tamu lelaki dan wanita, tidak berlebih-lebihan, tidak makan sambil berdiri (adab makanan dimasyarakat biasanya standing party-ini yang harus di hindari, padahal tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang demikian), Pengantin tidak disandingkan, adab mendo'akan pengantin dengan do'a : Barokallahu laka wa baroka 'alaikum wa jama'a baynakuma fii khoir.. (Semoga Allah membarakahi kalian dan melimpahkan barakah kepada kalian), tidak bersalaman dengan lawan jenis, Tidak berhias secara berlebihan ("Dan janganlah bertabarruj (berhias) seperti tabarrujnya jahiliyah yang pertama" - Qs. Al Ahzab (33),
Meraih Pernikahan Ruhani
Jika seseorang sudah dipenuhi dengan kecintaan dan kerinduan pada Allah, maka ia akan berusaha mencari seseorang yang sama dengannya. Secara psikologis, seseorang akan merasa tenang dan tentram jika berdampingan dengan orang yang sama dengannya, baik dalam perasaan, pandangan hidup dan lain sebagainya. Karena itu, berbahagialah seseorang yang dapat merasakan cinta Allah dari pasangan hidupnya, yakni orang yang dalam hatinya Allah hadir secara penuh. Mereka saling mencintai bukan atas nama diri mereka, melainkan atas nama Allah dan untuk Allah.
Betapa indahnya pertemuan dua insan yang saling mencintai dan merindukan Allah. Pernikahan mereka bukanlah semata-mata pertemuan dua insan yang berlainan jenis, melainkan pertemuan dua ruhani yang sedang meniti perjalanan menuju Allah, kekasih yang mereka cintai. Itulah yang dimaksud dengan pernikahan ruhani. KALO KITA BERKUALITAS DI SISI ALLAH, PASTI YANG AKAN DATANG JUGA SEORANG (JODOH UNTUK KITA) YANG BERKUALITAS� PULA (Al Izzah 18 / Th. 2)
Penutup
"Hai, orang-orang beriman !! Janganlah kamu mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah kepada kamu dan jangan kamu melampaui batas, karena Allah tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas." (Qs. Al Maidaah (5) : 87).
Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Dan sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Qs. Alam Nasyrah (94) : 5- 6 ).
Ibunda dan Ayahanda yang sangat saya hormati, saya sayangi dan saya cintai atas nama Allah.. demikanlah proposal ini (secara fitrah) saya tuliskan. Saya sangat berharap Ibunda dan Ayahanda.. memahami keinginan saya. Atas restu dan doa dari Ibunda serta Ayahanda..saya ucapkan "Jazakumullah Khairan katsiira". "Ya Allah, jadikanlah aku ridho terhadap apa-apa yang Engkau tetapkan dan jadikan barokah apa-apa yang telah Engkau takdirkan, sehingga tidak ingin aku menyegerakan apa-apa yang engkau tunda dan menunda apa-apa yang Engkau segerakan.. YA ALLAH BERILAH PAHALA DALAM MUSIBAHKU KALI INI DAN GANTIKAN UNTUKKU YANG LEBIH BAIK DARINYA.. Amiin"
====================================
Dedicated to : My inspiration .... yang pernah singgah dan menghuni "hati" ...Astaghfirullah !! Saat langkah ada didunia maya, tak menapak di bumi-Nya..Lalu, kucoba atur gelombang asa..Robbi kudengar panggilanMu tuk meniti jalan RidhoMu.. Kuharap ada penolong dari hambaMu meneguhkan tapak kakiku di jalan-Mu dan menemani panjangnya jalan dakwah yang harus aku titi.. " Saat Cinta dan Rindu� tuk gapai Syurga dan Syahid di jalanNya makin membuncah.."
====================================
Maraji / Referensi :